Posts

Habit 10 Hari Akhir Ramadhan

Ramadhan tanggal 22! Sepuluh hari terakhir ramadhan tuh kegiatan sehari-hari lebih demanding ke ibadah. Somehow kalo lagi fokus ke ibadah gini, kegaitan sehari-hari malah lebih produktif dibanding ketika males-malesan ibadahnya. Salah satu yang sedang aku persiapkan sekarang itu seputar rencana studiku. Tepat banget hari ini tema moment to recharge adalah life design, yang secara umum ngebahas gimana kita merencanakan seperti apa kita akan habiskan sisa hidup yang nantinya akan kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah. Kak Sherly membuka pembicaraan dengan satu pernyataan, "termanifestasi atau tidaknya kebiasaan di bulan ramadhan menjadi karakter kita itu bisa dilihat setelah bulan ramadhan berakhir". Segimana kebiasaan yang udah dibangun selama ramadhan itu telah melewati beberapa pengorbanan seperti jam tidur yang berkurang, harus nahan lapar dan haus, serta mengelola emosi dengan lebih baik lagi; maka akan disayangkan kalau habitnya tidak melahirkan karakter baik yang k...

Mengetuk Pintu Ketiga

Dulu pas umur 17 tahun, di usia semangat-semangatnya "menemukan" diri, aku malah dikenalkan dengan Tuhan. Allah, Islam, dan identitasku sebagai muslim. Belakangan aku sadar, ketika aku mulai lengah dengan konsep diri, di situ juga aku secara ga sadar menjauh dari Allah. Hmm, kenapa ya? Pagi ini, pertanyaan itu terjawab oleh Ustad Aad atau mungkin lebih dikenal Bang Aad. Beliau mengutip kalimat Rumi soal konsep diri, "Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya". Aku langsung paham karena pengalamanku juga bilang demikian. Kalau aku di titik bisa jujur dengan diri sendiri, tentang siapa aku, apa minatku, apa tujuanku; maka aku menemukan kemudahan mengerti Tuhanku, jalan yang Ia arahkan untukku, dan peran yang Ia titipkan di pundakku. Regardless, skala kecil atau besar. Namun sebaliknya, ketika pandanganku soal diri menghambur, rasanya jalan Allah itu sempit sekali. Kemudian Bang Aad juga menyempaikan, bahwa dari nama-nama Allah, kita bisa melihat refleks...

Satu peran ibu yang tidak tergantikan

Waktu bagian Indonesia refleksi webinar dari Kelas Ramadhan Maksimal. Walaupun agak telat join zoomnya, tapi alhamdulillah masih bisa dapet inti dari topik yang dibawakan teh Karina Hakman. Btw, liat teh Karina jadi inget masa perjuangan di Kami Muslim. Aku tiba-tiba dikasih amanah jadi ketua departemen, menggantikan ketuaku yang waktu itu cuti kuliah. Waktu itu kehadiranku di organisasi tersebut cukup nyentrik, karena jarang sekali ada perempuan yang ditunjuk jadi pemimpin, kebanyakan hanya jadi wakil laki-laki. Buatku pribadi, laki-laki dan perempuan itu punya kesempatan yang sama dalam mengembangkan dirinya, dimanapun ia berada. Beda konteks kalau dalam rumah. Aku sendiri sudah terbiasa mengisi peran ibu di rumah sejak usia 17 tahun. Iya, peran itu kosong sejak bundaku pergi. Sedari itu juga, aku paham betul peran ibu dan ayah itu beda, mau diutak-atik segimana caranya juga pasti ada bedanya. Aku beruntung karena ayahku soleh wkwk! Maksudnya, ia selalu berusaha mengayomi keluarganya...

Satu Ramadhan dan Nabi Yunus

Pagi pertama di bulan ramadhan tahun ini diisi dengan sebuah kajian online yang jadi rangkaian acara dari Kelas Ramadhan Maksimal a.k.a KRM. Masih ingat dengan insight dari kajian sebelumnya yang menekankan tentang niat, hari ini aku meniatkan untuk hadir penuh di kajian tersebut bersama para peserta yang disatukan oleh layar, internet, dan karuniaNya. Sambil merapihkan halaman kebunku, ustad yang menjadi pemateri bicara soal tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia yang rendah. Menurutku ini lucu, karena dulu kakek nenek kita terkenal memiliki budaya ramah tamah yang tinggi dan tentu itu identik dengan senyuman dan penyambutan yang hangat. Namun makin kesini, aku juga sadar seolah budaya kita tergerus dan bergeser sampai kini kita menyandang predikat "netizen paling tidak sopan". Bertolak belakang banget wkwk. Ustad tersebut juga menjelaskan makna taubat, yang sederhananya adalah kembali pada Allah. Entahlah menurutku ini salah satu bentuk cinta Allah pada umatnya, dimana I...

Satu kuncup mawar

Hari ini aku liat tanaman mawarku berbunga pertama kalinya sejak aku rawat sendiri. Aku baru tau kalo kuncup bunga mawar pertama itu ukurannya kecil, tapi akan semakin membesar di fase bunga berikutnya. Saat bunga udah mulai mekar, seolah semua tumbuh kembang tanaman itu fokus ke bunga aja. Tujuannya tegas; supaya bunganya mekar. Pertumbuhan kuncup daun jadi perlu waktu yang lebih lama. Padahal sebelum si bunga ini mekar, tunas baru itu tumbuhnya cepet. Batangnya memanjang, cabangnya banyak, daunnya lebar. Yang menarik buatku adalah, kenapa si kuncup bunga ukurannya akan makin besar sejalan dengan bertambahnya umur fase bunga. Gini mungkin ya, tanaman itu kan butuh nutrisi untuk tumbuh. Sementara nutrisi itu diserap dengan usaha. Apakah tanamannya siap menyarap nutrisinya? Bisa kah dia olah nutrisinya? Seberapa cepat? Makanya, umur tanaman itu pengaruh disini. Kaya manusia aja, makin dekat fase dewasa, organnya makin siap untuk mengolah nutrisi menuju "fase berikutnya" yang...

Menjadi "gapapa"

Menarik sekali gimana seseorang di umur 17 tahun bisa sangat yakin tentang masa depannya, tapi berubah begitu saja setelah ia menginjak umur 21. Padahal ga pernah ragu kalau Tuhan punya rencana terbaik untuk hambanya, tapi ternyata rencanaNya ga sejalan dengan rencanaku. Seolah merasa baik-baik aja perlu usaha yang lebih kuat dibanding hari lainnya. Selayaknya rezeki tiap manusia yang sebenarnya telah diatur, tiap hari ada aja yang ngajarin cara menjadi gapapa. Ada beberapa hari saat nasehat kawan terasa lebih susah meruntuhkan dinding sakit yang katanya aku rasakan, tapi entahlah, ada-ada aja cara semesta untuk meluruhkan aku lagi. Untuk mencoba lagi, untuk gagal lagi. Pada Tuhanku aku bicara, sesegukan tertahan karena takut mata sembab. Kalau mataku sembab nanti ayah liat dan itu bisa bikin beliau khawatir, aku ga mau itu. Di atas sajadah dua lapis aku bicara betulan "Ya Allah, please guide me, I trust your plan". Iya, pake bahasa inggris karena belakangan lagi sering ngomo...

Bapak

Pak, I promised myself not to be too attached with all the grief rushing after you've gone. I also promised myself not to upload much about this, but I guess tonight is my exception. I miss you a lot, I'm so sorry I can not see you for the last time. Why do you have to go at such a difficult time? I needed to see you smile for at least once again, to tell me that you're healthy even though I know you forgot your medicine again. I also feel bad and ashamed that I rarely send you any prayer and tonight I just miss you like crazy. Pak, for as long as I know, what died didn't stay dead. You're still alive inside me. Let me borrow your energy, as you spent most of your time educating children, disciplining the bad kid into loving math (haha it's me). I don't think I've cried in front of you before, but tonight I'm weeping my eyes out. Perhaps, you're watching me from far above. I wish you all light and warmth in your final bed. I hope you see some fam...