Letting go
Jadi gini.. aku percaya perilaku seseorang itu terbentuk dari pengalaman yang pernah terlewati. Terlebih hal-hal yang terbiasa kita hadapi sedari kecil, semuanya akan terpatri di diri kita dan tersimpan di sisi inner child. Sisi ini akan tetap ada sampai kapanpun, semacam memori yang tersimpan dalam diri. Memori yang kayanya sepele kalau dipikirin tapi ternyata impact-nya bisa sebesar itu sama kondisi manusia ketika mendewasa.
Sejak kecil aku udah dibiasakan untuk menyelesaikan apa-apa sendiri karena kedua orangtuaku pekerja penuh dan aku anak sulung. Aku jadi terbiasa selalu nyelesaiin semua hal sendiri, sampai ke titik aku bisa keukeuh ngerjain sendiri walaupun udah kewalahan, padahal kalaupun aku minta tolong ya wajar aja. Aku selalu punya pikiran "pasti bisa kalau dicoba terus", jadi semacam ga bisa nyerah. Banyak bagusnya sih, tapi akhir-akhir ini aku sadar ada jeleknya juga.
Ternyata kebiasaan "memilih untuk ga menyerah" itu beberapa kali meninggalkan aku sebagai pihak yang ditinggalkan karena orang lain lebih dahulu memilih menyerah. Salah satu contohnya, kalau berkaca dari pengalaman pacaran dimana aku selalu jadi pihak yang ditinggalkan. Regardless how much I loved them at that time, aku selalu merasa kalau ada hal yang ga ideal solusinya ya diperbaiki dan pasti bisa diperbaiki. Ternyata, ada solusi lain ya~ yaitu untuk menyerah dan move on. Walaupun sepertinya itu pilihan paling cemen (seolah ga mau effort gitu loh), tapi ya mungkin memang ada waktu dimana memilih menyerah atau menyudahi jadi pilihan paling baik buat semuanya. Atau mungkin, pilihan paling baik buat diriku sendiri.
Sebenernya poin tulisan ini bukan mengarahkan untuk "menyerah", tapi cuma ingin ngasih perspektif lain kalau menyerah juga boleh jadi opsi. Terlebih kalau sudah mengusahakan sebisa mungkin tapi progres masalahnya ga berubah. Apalagi kalau selama proses mengusahakan itu banyak bikin kamu babak belur, kamu boleh kok memilih menyerah untuk merawat lukamu dulu. Setelah menyerah bukan berarti ga bisa melanjutkan lagi usahanya, kan? Walaupun biasanya sih kondisi pasca menyerah itu bikin sadar kalau pilihan di luar sana masih banyak. Gapapa bagus, artinya sukses move on. Kalo gagal move on, yaa monggo kalau mau milih diusahakan lagi.
Ini ga cuma berlaku untuk hal seputar relationship kok, untuk semua hal yang perlu perjuangan selalu ada opsi untuk melanjutkan atau menyerah.
Tapi harus sadar...
Ada hal-hal di dunia ini yang ga bisa terselesaikan, ga bisa dimiliki, ga bisa dicapai karena memang bukan porsinya. Menyerah boleh jadi pilihan. Menyerah untuk memulai progres yang baru, entah nyembuhin diri sendiri dulu atau langsung cari target baru. Iya mungkin waktu kita jadi sia-sia tapi katanya semesta ga akan bikin kita rugi 100% karena dia pasti meninggalkan pelajaran. Pelajaran itu sih yang priceless, belum tentu bisa dibeli duid.
Draft asli dari tulisan ini diketik sambil menangis, berusaha mengingatkan diri sendiri untuk ikhlas melepaskan.
Sejak kecil aku udah dibiasakan untuk menyelesaikan apa-apa sendiri karena kedua orangtuaku pekerja penuh dan aku anak sulung. Aku jadi terbiasa selalu nyelesaiin semua hal sendiri, sampai ke titik aku bisa keukeuh ngerjain sendiri walaupun udah kewalahan, padahal kalaupun aku minta tolong ya wajar aja. Aku selalu punya pikiran "pasti bisa kalau dicoba terus", jadi semacam ga bisa nyerah. Banyak bagusnya sih, tapi akhir-akhir ini aku sadar ada jeleknya juga.
Ternyata kebiasaan "memilih untuk ga menyerah" itu beberapa kali meninggalkan aku sebagai pihak yang ditinggalkan karena orang lain lebih dahulu memilih menyerah. Salah satu contohnya, kalau berkaca dari pengalaman pacaran dimana aku selalu jadi pihak yang ditinggalkan. Regardless how much I loved them at that time, aku selalu merasa kalau ada hal yang ga ideal solusinya ya diperbaiki dan pasti bisa diperbaiki. Ternyata, ada solusi lain ya~ yaitu untuk menyerah dan move on. Walaupun sepertinya itu pilihan paling cemen (seolah ga mau effort gitu loh), tapi ya mungkin memang ada waktu dimana memilih menyerah atau menyudahi jadi pilihan paling baik buat semuanya. Atau mungkin, pilihan paling baik buat diriku sendiri.
Sebenernya poin tulisan ini bukan mengarahkan untuk "menyerah", tapi cuma ingin ngasih perspektif lain kalau menyerah juga boleh jadi opsi. Terlebih kalau sudah mengusahakan sebisa mungkin tapi progres masalahnya ga berubah. Apalagi kalau selama proses mengusahakan itu banyak bikin kamu babak belur, kamu boleh kok memilih menyerah untuk merawat lukamu dulu. Setelah menyerah bukan berarti ga bisa melanjutkan lagi usahanya, kan? Walaupun biasanya sih kondisi pasca menyerah itu bikin sadar kalau pilihan di luar sana masih banyak. Gapapa bagus, artinya sukses move on. Kalo gagal move on, yaa monggo kalau mau milih diusahakan lagi.
Ini ga cuma berlaku untuk hal seputar relationship kok, untuk semua hal yang perlu perjuangan selalu ada opsi untuk melanjutkan atau menyerah.
Tapi harus sadar...
Ada hal-hal di dunia ini yang ga bisa terselesaikan, ga bisa dimiliki, ga bisa dicapai karena memang bukan porsinya. Menyerah boleh jadi pilihan. Menyerah untuk memulai progres yang baru, entah nyembuhin diri sendiri dulu atau langsung cari target baru. Iya mungkin waktu kita jadi sia-sia tapi katanya semesta ga akan bikin kita rugi 100% karena dia pasti meninggalkan pelajaran. Pelajaran itu sih yang priceless, belum tentu bisa dibeli duid.
Draft asli dari tulisan ini diketik sambil menangis, berusaha mengingatkan diri sendiri untuk ikhlas melepaskan.
Comments
Post a Comment