Ranting About Gitasav

Baru-baru ini Gitasav lagi booming gegara reaksi dia nanggepin komentar cowok yang ngajak ciuman. Aku udah ngikutin Gita sejak 4 tahun lalu, dari pas vlog doi tentang part-time job nya di kedai surabi. Aku ngerti reaksi Gita seperti itu adalah pilihan dia untuk ga ngediemin orang-orang ga beradab yang seenak jidat komen ngajak ciuman di foto cewek. Dan hal tipikal yang terjadi setelah Gita bereaksi, si pelaku minta maaf dengan alasan doi khilaf. Baik.

Hal kaya gitu tuh tipikal banget, kaya udah bisa ditebak ending ceritanya. Inti ceritanya adalah..
Seorang muslimah berhijab bernama Gita Savitri Devi mengunggah foto dengan pose duck face di IGnya, dengan caption "I miss Japan" terus ada mas-mas random komen yang intinya adalah ngajak cipokan alias ciuman. Out of nowhere. Not to mention that Gita already has a husband, walaupun harusnya kalo doi single pun ga pantes dapet perlakuan kaya gitu. Gita memilih buat angkat bicara tentang hal ini dan reaksi netizen ada yang pro Gita, ada yang memaklumi si pelaku. Like?? Aku ga bilang dalam masalah ini harus pro Gita, tapi aseli aku ga paham sama alasan orang yang memaklumi si pelaku.

Di instastory Anas, adiknya Gita, ada komentar seorang cowok yang bilang perlakuan si pelaku ke Gita itu wajar karena pose Gita, which is DUCK face (ngikutin mulut bebek coy), didefinisikan sebagai pose "agak sensasional". Kesian amat yak jadi bebek, "agak sensasional" seumur hidup. Di awal kalimat komentar si cowok ini, Gita disamakan dengan pelacur berpakaian hotpants di depan hotel yang malah marah pas ada cowok nawar tidur bareng. Astaga gemes, persamaan macam apa itu. Kaga ada sama-samanya.

Pertama, kalau mau bilang bahwa pelecehan seksual terjadi karena korban berpakaian terbuka, di foto itu Gita berhijab. Dan cara berpakaian korban harusnya jangan dijadikan justifikasi pelecehan seksual.
Kedua, pekerjaan pelacur memang menjajakan tubuhnya dan Gita tidak sedang menjajakan tubuhnya.
Ketiga, Gita marah karena merasa dilecehkan bukan karena ditawar untuk memenuhi pekerjaannya (yang masnya bilang adalah pelacur).
Keempat, masih mau menghubungkan pose mulut Gita yang manyun jadi seolah ngajak ciuman? Imajinasi kamu aja yang tidak terkontrol.

Masalah ini bukan tentang Gitasav-nya, tapi tentang realita di Indonesia dimana masih banyak orang yang memaklumi pelaku pelecehan seksual. Mungkin kasus Gita di mata kita sebagai orang yang belum pernah dapet komentar mas-mas random ngajak cipokan, terlihat kaya komentar biasa. Tapi kamu kebayang ga, kalau komentar macem itu datengnya 100 kali lebih banyak? Marah ga sih kamu kalau ada di posisi itu. Kalau kamu ada di posisi Gita, kamu akan bereaksi seperti apa?
Seengganya ada 2 pilihan untuk menyikapinya, tidak bereaksi alias diem aja atau bereaksi, dan Gita memilih untuk bereaksi seperti saat ini. Salah, kah? Tergantung kamu liatnya gimana.

Aku ga tau sih, kalau ada di posisi kaya Gita akan bereaksi gimana. Yang jelas marah. Aku sadar kalo si pelaku didiemin aja, mungkin ga ada rasa jera setelah melakukan "aksinya". Tapi kalau aku mencak-mencak, bakal jadi sasaran empuk untuk dijulidin orang lain.
"Sabar dong, ga usah marah-marah"
"Introspeksi diri aja"
"Biar Allah yang bales"
"Kamu sih kerudungnya nerawang"
"Kamu sih kerudungnya ga menutup dada"
"Kamu sih bajunya ketat"

Tentang aurat wanita yang bisa "membangunkan" nafsu laki-laki. Seorang muslim harusnya sadar bahwa Allah memerintahkan wanita dan laki-laki untuk sama-sama menjaga diri dari nafsu, bisa dengan menjaga auratnya, menundukkan indera (pendengaran, penglihatan, pikiran, dll), menikah, dan berpuasa bagi yang belum sanggup menikah.

Juga untuk perempuan..
Perintah menutup aurat jangan serta merta diartikan sebagai membatasi ruang berekspresimu, tapi sebagai jalan untuk menghindari nafsu laki-laki. Karena kita semua cuma manusia biasa yang pasti banyak khilafnya, maka kalau bisa sama-sama menjaga kenapa harus saling tunjuk tangan ketika ada yang salah? But then, cara berpakaian korban harusnya jangan dijadikan pembenaran buat si pelaku, karena mau gimana juga pelaku tetap pelaku dan korban tetap korban. Jangan playing victim.

Dah ah, kepanjangan.

Comments

Popular posts from this blog

Habit 10 Hari Akhir Ramadhan

Bapak

Menjadi "gapapa"