A Literal Broken Home

Google translate said,

/broken home/ is a noun that describes a family in which the parents are divorced or separated. Why is it named broken in the first place, because not all case is literally “broken” home. In my case, yes. A broken home. Aku sebut masa-masa itu dengan sebutan “saat negara api menyerang”. Avatar aja kelabakan waktu negara api menyerang. Sederhananya, masa-masa itu tuh titik terendahku.

Masa-masa ditinggalin bunda tanpa ngejelasin apa-apa kecuali bilang “nanti kalau kakak udah besar pasti ngerti”; dibilang “jangan sering-sering kesini” kalo aku, Iyo (adik), dan ayah sering setor muka ke rumah nenek untuk ngunjungin bunda; diusir nenek, macem-macem. Itu sih yang paling membekas, sebenernya mungkin masih banyak lagi pengalaman ga mengenakkan. Aku tau mostly itu ditujukannya ke ayah, tapi omongan itu dibilang depan muka aku, ya nyelekitnya sampe juga lah ke aku.

Ini bukan cerita yang bisa dibanggain, tapi aku tau Shaskia yang sekarang ada karena pengalaman itu. Aku pengen banyak orang yang belajar dari pengalaman itu (mudah-mudahan Allah kabul aamiin).

Sekarang, di titik ini aku ngerasa berantakan karena perskripsi yang mandeg di dosen dan aku ikutan mandeg. Bukan untuk ditiru hahaha. Tapi kalo dipikir-pikir, helooo Shaski udah bisa bertahan melewati negara api. Waktu itu umurku 16 dan sekarang udah 21 tahun, at least mungkin sekarang otak aku udah bisa jalan sepenuhnya. Aku harus bisa ngelewatin penyerangan negara api 2.0.

Masa-masa kaya gini yang sebenernya ujian buat iman. Aku muslim dan percaya bahwa ada kuasa Allah di atas segalanya. Tugas kita sebagai manusia mah cukup terus berjalan aja.
Crisis only makes us stronger if we survive, so we have to survive to become stronger. To survive is not only about being alive, but actually overcoming these dark days.
Manteng terus sama Allah, ya.