"Terlihat bodoh"

Sejak SD beberapa orang (at least yang pernah sekelas) memandang aku "cukup" pintar just because aku terlihat lebih mudah menangkap apa yang diajarkan guru di kelas. Padahal aku sendiri, Shaskia Nurul, tidak pernah melabeli diri sendiri sebagai si orang pintar. Dari hari-hari yang sudah w lalui juga nunjukin kalau sebenernya aku ini orang yang cukup.. standar. Mediocre. Buktinya? Ga pernah juara apapun even juara kelas, paling banter juga juara 3 itu pun pas SD. Ga pernah merasa dirinya gifted dengan otak yang tokcer, kalau aku bisa itu karena aku berusaha. Aku selalu bilang ke orang lain kalau aku ga sepintar yang mereka bayangkan. Seringnya omonganku ini dianggap sebagai bentuk merendah. Kalau kata mantan w "merendah untuk meroket", padahal dari dalam diri sendiri emang beneran ga menganggap pinter. Dan ini sama sekali bukan bentuk insecurity.

Kebetulan, circle terdekatku sejak SMP diisi banyak orang pinter dan aku masih ingat ketika mereka bilang "ga belajar" sebelum ujian dimulai, sementara aku secara sadar sudah belajar semalaman bahkan ga jarang baca buku dari jauh-jauh hari, tapi nilai w tetep aja di bawah mereka. See? Aku memang tidak sepintar itu dan aku merasa itu bukan hal yang memalukan untuk diakui. Aku lebih memandang diriku si pekerja keras untuk apa yang aku percayai xixi.

Lalu apa hubungannya sama judul postingan ini?
Jujur aja, menjadi bodoh itu bukan hal yang menakutkan bagi aku mesikpun selama proses mengerjakan skripsi pernah ada masa yang bikin mikir "wah w sebego itu apa gimana sih" karena waktu itu aku menghabiskan literally sebulan hanya untuk memahami satu sub bab kriteria pengamatanku. Tepatnya lebih merasa mentok aja, bingung harus melakukan apa supaya bisa paham si sub bab itu. Menariknya, beberapa temanku mogok ngerjain skripsi karena mereka takut menjadi bodoh.

Aku rasa "takut menjadi bodoh" ini muaranya dari hidup mereka yang tidak familiar dengan label bodoh dalam dirinya. Kasarnya, selama ini dirinya terlihat selalu pintar ATAU dia selama ini belum bisa mengakui sisi bodohnya sendiri. Nah ini, bias diri ketika menilai diri sendiri hanya dari hal-hal baiknya saja. Aku pernah baca ini di suatu sudut internet,
Kalau kamu jadi orang terbodoh di suatu ruangan, tidak apa. Kamu sedang diberi kesempatan untuk menyerap pelajaran paling banyak dibandingkan orang lain.
Yak begitu, it explains all. Benturan antara ekspektasi dan realita itu emang bener-bener sih, kadang rasanya kerad tapi yowis, legowo aja. Ojo nesu-nesu. Gapapa latihan, kedepannya mungkin banyak benturan ekpektasi dan realita yang lebih kerad lagi wkwkwkwkwk. Ga gitu ding. Having control of your expectation is a survival skill, so please do yourself a favor and learn how.

Kalau boleh aku ingin menutup postingan ini dengan sebuah rasa syukur yang tidak seberapa. Lagi pula ini cuma sebuah postingan di blog pribadi, ga ada apa-apanya dibanding syukur yang terucap di atas sajadah. Untungnya: aku tidak peduli dengan label pintar atau bodoh dari orang lain, yang penting aku tau aku ada di jalur yang menurutku benar alias ga gblk. Aku tau sejak dahulu kala (entah kapan aku mulai sadar hal ini), aku belajar karena aku memang menikmati proses mendapatkan informasi baru. Be it tentang pelajaran sekolah, pelajaran hidup, atau apalah. Intinya, aku memang suka belajar.

Pengen deh, merubah cara pandang orang lain yang "takut menjadi bodoh" supaya mereka sadar kalau menjadi bodoh sesekali itu gapapa, masih tetap bisa hidup kok. I guess, kuncinya di proses belajar ga sih? Sudaah~ pokoknya let yourself learn.

To think about it, kayanya emang selama skripsi ini garis utama dari ujianku adalah menghadapi titik frustasi sendiri. Titik frustasi w adalah ketika ga tau harus berbuat apa untuk masalah yang lagi dihadapi, terlebih ketika menghadapi kondisi dimana satu-satunya solusi adalah.... waktu. No matter how hard I push myself, ternyata solusinya; waktu. Dan bagi beberapa orang, titik frustasinya adalah merasa takut atau khawatir. Jadi..
MARI LALUI TITIK FRUSTASIMU ANAK MUDA!

Comments

Popular posts from this blog

Habit 10 Hari Akhir Ramadhan

Hati-hati hati.

Bapak